Marbulut-bulut..
LOVE AND CARING (sebuah khayalan religi)
js - balikpapan
(Kalau punya waktu 20 menit,.. silahkan dibaca)
Dengan segelas kopi sidikalang diatas diatas meja dan beberapa gadong julur rebus di piring kaleng bekas sialabane yang tertinggal waktu pesta pandidion nabadia dari cucunya yang paling kecil bulan lalu, si oppung doli memulai kenangannya tentang beberapa peristiwa yang pernah singgah di benaknya beberapa puluh tahun silam.
Benaknya mulai bercerita diawali dengan 2 orang sahabat yang tumbuh bersama dalam suatu kondisi keprihatihan yang berbeda, sebutlah si Palias dan si Tarbukken….
Palias anak satu satunya dengan kemapanan sosial yang baik, sebagai imbas dari kerja keras orang tuanya, tumbuh dikalangan berada anak dari seorang TNI berpangkat Letnan Kolonel, dididik di keluarga yang taat dan bertumbuh secara rohani dengan baik. Ayahnya sangat mengerti betul fungsi seorang imam dalam keluarga, sehingga setiap detil kehidupan anak-nya diperhatikan dan dikawal dengan senjata yang paling powerful yaitu doa. Bahkan diusia sangat muda, altar keluarga sudah dibangun di sudut ruang makan rumah mereka. Tidak heran Palias tumbuh menjadi remaja yang penuh percaya diri, berprestasi tetapi rendah hati…
Tarbukken, anak pertama dari 6 bersaudara (lelaki semua) bertumbuh dari keluarga yang sangat pas-pasan, Bapaknya bekerja sebagai tenaga angkutan beban di pasar di kota mereka, sedangkan ibu-nya mencoba untuk menambah nafkah keluarga mereka dengan berjualan godok godok dan mie gomak setiap hari pekan di pasar yang sama tempat ayah mereka bekerja.. Beban yang Tarbukken rasakan dimasa remajanya sudah sangat berat, sebab sebagai anak sulung, dia bertugas memimpin “tim futsal” adik adiknya, sekaligus tempat “curhat” ayah dan ibunya pada saat berselisih paham, tanpa mereka berkata secara langsung.
Perkenalan mereka berawal ketika Palias mengatar ibunya berbelanja di pasar dimana saat yang bersamaan Tarbukken membantu ayahnya sebagai kuli pikul di pasar tersebut…
Dengan tidak sengaja, ayah Tarbukken yang lagi memikul belanjaan “klien”-nya menyenggol kaca spion mobil dari Palias.
“Braaakkkk”… spion mobil Daihatsu Zebra 1.3 -nya patah…
Benak si Oppung doli tiba tibar terlantur ke tempat yang jauh berbeda, dan waktu yang jauh berbeda pula, seorang “manusia” yang berusia sekitar 30 tahun, bernama “JC” mulai memanggil pengikut setianya yang biasa di sebut murid-muridnya, para nelayan yang sedang memancing disuruhNya untuk meninggalkan pekerjaan untuk datang mengikut Dia menjadi penjala manusia. Tidak ada iming-iming harta yang “JC” berikan, tidak ada suap, bahkan tidak perlu pake pendekatan dengan meminta tulang dari si Simon Petrus, Andreas, Yakobus, Yohannes, Yudas dll, untuk menasehati mereka agar ikut Yesus. Mereka berjalan bersama setelah terkumpul 12 orang dari satu daerah ke daerah lain untuk mengabarkan kabar kesukaan.
Suatu pertanyaan yang barangkali menggelitik :
Pada saat Yesus dan murid muridNya mengerjakan pelayananNya, siapakah yang mencuci piring dan baju-baju mereka ??
Siapakah yang memasak makanan mereka ?? saya yakin pada saat itu belum ada warung padang atau KFC yang tinggal beli dimana dan kapan pun.
Simpan dulu jawabannya… mari kita kembali ke sarita Tarbukken..
”Amangaoi amang... mate ma au” seru ayah Tarbukken
Dia tahu kalau dia yang salah saat berjalan terlalu dekat dengan pintu mobil Zebra tersebut. Spontan di terjatuh ditindih oleh goni berisi kelapa, bukan karena kaget, tapi karna dia langsung terbayang, apa yang harus dia perbuat untuk bisa mengganti kaca spion yang patah itu, sementara gajinya hari ini sudah tersita untuk biaya sekolah Tarbukken yang sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir.
”Na mahua do hamu amang, na tarsilandit do ?” Palias berseru spontan.
(Sungguh jarang spontanitas yang positif kita dengar akhir-akhir ini, biasanya yang pertama kali keluar umpatan kekesalan ditambah kebun binatang).
Mendengar perkataan Palias, ayah Tarbukken seakan ter-charge keberaniannya untuk bangkit dan berkata..
“Na marangan-angan do au, hape ndang póla hubereng nunga hona kacca spion nai”
“Boha ma ateh, boi do pe tahe di pature i “? Ayah Tarbukken menlanjutkan.
Sementara sarita “JC” masih terus membayang di benak oppung doli (selanjutnya di sebut odol). Odol membayangkan, mereka berjalan dari seluruh Yudea, Galilea dan Nazaret, di sambut sebagai raja, dan sering kali dicemooh. Banyak orang yang bisa langsung menyaksikan keajaiban penyembuhan, yang tuli mendengar, yang buta melihat, yang lumpuh berjalan, tetapi tidak semua yang melihat percaya. Sama seperti yang kita alami sekarang,
Banyak hal muzijat yang dialami manusia, tapi tidak semua orang bisa percaya dan mensyukurinya.
JC dan keduabelas muridnya mengahabiskan waktu mereka selama lebih dari 3 tahun bersama-sama, dimana pola memuridan yang sejati dijalankan (guru tinggal di dalam kehidupan murid murid nya)..
Kembali ke 2 pertanyaan diatas, hal memasak , mencuci baju dan melayani. Saya berpendapat, Yesuslah yang melakukan semua perkerjaan itu, sebab di banyak nats tercatat diantara mereka Yesuslah yang pertama kali bangun pagi pagi sekali dan berdoa, saya membayangkan sehabis berdoa, Dia memasak sarapan, mencuci baju para muridNya dan membangunkan mereka dikala segala sesuatunya sudah siap.
Dengan lembut Palias menjawab “ndang pola boha i Amang, toe ma ndang adong pola si gantion, asal ma ndang pola tar-alit Amang” sambil membantu mengangkan goni berisi kelapa tadi dan menepikannya..
Sedari tadi dengan hati yang kacau, Tarbukken memperhatikan dari dekat dan siap siaga membantu ayahnya apabila si pemilik mobil memilih untuk menghakimi ayahnya. Melihat semuanya berjalan positif, Tarbukken berlari mendekati ayahnya dan memapahnya ke tempat yang teduh.. Tak ketinggalan Palias membantunya dan kemudian mereka berkenalan dan menjalin persahabatan yang sangat erat.
Seringkali persahabatan (sesuatu) yang baik, dimulai dari suatu respon (reaksi) kecil yang positif.
Kembali ke cerita Yesus dan murid muridNya. Saya percata bahwa Yesus adalah pribadi yang konsisten terhadap perkataanNya, sehingga kalau Dia pernah berfirman :
Markus 10:45Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.
Maka Dia akan menjalankannya tanpa memandang ke-konstektualan. Ada ayat pendukung bahwa Yesuslah yang mempersiapkan sarapan murid murid Nya (baca Yoh 21 : 1 -14 Yesus menampakkan diri kepada murid-murid-Nya di pantai danau Tiberias).
Tuhan kita adalah pribadi yang Konsisten.
Palias dan Tarbukken hampir setiap hari menghabiskan waktu mereka bersama setelah usai jam sekolah. Mereka berdiskusi, bermain, martandang dan belajar bermain gitar, sampai sampai beberapa gadis seusia mereka sangat tertarik akan keahlian gitar Tarbukken dan Palias, mereka sering membawakan lagu ”Keberbahagia yakin teguh”, sahalak mamiltik, sahalak nai mangarambas...
Sampai suatu malam mereka mentas di malam kesenian di aula Kabupaten, duet gitar mereka bagaikan Dewa Bujana + Andra Dewa19. Banyak sekali orang yang memberikan apresiasi dan tepuk tangan yang gemuruh, seluruh unsur muspida dan DPRD bahkan berdecak kagum oleh kekompakan mereka.
Tetapi di sudut aula tersebut masih ada segelintir orang yang merasa terusik karena keahlian mereka, tidak tahu sebabnya apa, mungkin iri.. 5 orang anak muda seusia mereka, yang membentuk geng motor bebek C70, merencanakan sesuatu yang jahat. Mereka merencanakan akan menghukum si dua sahabat karna talenta mereka huhhh ironis...
Bahkan dengan talenta kita ditambah kerendahan hati, masih tetap ada orang yang tidak menyenanginya.
Yesus menjelang hari hari penyalibanNya Dia semakin intensif memberikan teladan bagi muridNya. Bahkan Dia membedakan mereka dari khalayak ramai yang mengikutiNya. Sebab kepada orang banyak Dia sering kali hanya memberikan perumpamaan, tetapi kepada murid-muridNya, Dia memberitahukan rahasia kerajaan Allah. Pun diwaktu tida membasuh kaki para muridNya, apakah maknanya ?
Sesungguhnya pada jaman tersebut, ada beberapa tingkat hamba, atau hatoban, di segregasi berdasarkan usia dan kemampuan (kekuatan). Yang masih kuat dan togar, ditempatkan di ladang, pekerjaan mangombak dan marmahan, yang badan samekot tapi bijak, di tempatkan di lumbung, yang garang dan jongir ditempatkan di perbatasan dengan ladang orang lain, tetapi na suda gogo, matua atau sakit, atau keduanya, ditempatkanlah di depan pintu rumah tuannya yang bertugas khusus untuk membasuh kaki tamu-tamu tuannya sebelum masuk ke rumah... Posisi hatoban inilah posisi yang paling rendah di level parhatobanon. Kalau di ”kasta”kan, on ma goarna ”sisambor nipi”.
Pada saat Yesus membasuh kaki muridNya, Dia yang Agung, memposisikan diriNya sebagai level terendah dari hamba. Artinya ndang adong be di toruni on. Apa yang Dia perbuat sebenarnya suatu contoh dari komitmen pelayanan, Nilai nya :
Tak perduli apa posisi kita di masyarakat, bahkan orang terpandang sekalipun, dalam hal pelayanan Tuhan melihat hati. Dalam hal pelayanan, sering kita masih membawa status sosial yang kita punya, bahkan ada orang yang tidak bisa summit (tunduk) lepada pemimpin gereja, hanya karena pendetanya lebih muda dari usianya. Molo nga biasa di halang ulu, attar songon na maol do gabe penerima tamu di gareja J
Peristiwa pembasuhan kaki merupaka suatu gambaran pembelaan terhadap manusia. Allah Yesus mencintai menusia sehingga Dia rela melakukan apa saja untuk menyucikan kita. Teladan ini seharusnya kita ikuti at least kita tiru sedikit ketika melayani dan bermasyarakan. Yesus yang 100% manusia, mengesampingkan ego nya untuk mengangkat dan membela kita. Pribadi yang luar biasa.
Saya juga sedikit berpikir dan menghayal, kira kira apa kalimat yang di sebutkan Yesus saat Dia membasuh kaki murid/murid Nya ?
Lamunan odol cembali ke sarita Tarbukken
Malam itu setelah memenangkan hati para penonton Tarbukken dan Palias merasa sangat manusia, bahkan tanpa memperdulikan sekelilingnya, mereka berdua berjalan pulang setelah malam pertunjukan tersebut dengan masing masing menenteng gitar yang di gantung di leher dan terus memainkan lagu duet maut mereka.
Tidak mereka sadari, 5 pasang mata mengikuti mereka dan siaga untuk mencegat dan mencelakakan mereka. Di persimpangan jalan, yang lampu jalannya sudah rusak terkena tumpukan kayu dari pengankut alpik yang kelebihan muatan, ke 5 berandal tersebut menghentikan langkah si 2 sahabat.
“Hei, sobbong kali klen, mentang mentang jago main gitar ya”… berandal pertama berseru
belum ada respon dari kedua sahabat, berandal kedua berkata
“Kalau kita patahkan satu tangannya, paling bisa ngupil aja mereka”…
Dengan lembut Palias menyahut.
”Kenapa kawan, kenapa kalian berkata seperti itu”
”bah, lancang kali kau, bilang aku kawanmu, jangan mentang-mentang anak tentara jadi lomo lomom” berandal 3 menimpali.
”Bukkkkkk, Bukkk, Bukk” si Palias terpental kena tinju kombinasi cubit dari berandal 4.
Ketika Tarbukken ingin membantu
Ulunya kena lotak kayu dari belakan... plaaaakkkkkk, langsung boccor dan marmudar....
Kedua sahabat terjatuh di aspal yang berlobang, karena memang jalan nya belum di perbaiki, katanya jalan negara, jadi masih tunggu ABPN nya cair. Wajah mereka terkena air di kubangan jalan raya, dan gitar ramirez nya solot di ramba-ramba.
(maaf, agak susah mendramatir, adegan marbadai, ala ndang parbadai iba..qiqiqiqiqiqi).
Jangan pernah main gitar sambil jalan di jalan yang ngga ada lampu jalannya.
Si odol tehenyak dari lamunannya ketiga partiga koran datang dan berkata ”koran oppung !!!”
”toe ma, toe ma, sogot ma hutuhor da, ro nama kiriman ni anakku” kata si odol menyahut. Lamunannya berlanjut ke peristiwa cuci kaki, memang di Alkitab sebelum mencuci kaki murid murid nya, Yesus berkata beberapa kalimat seperti
Matius 13 :8
"Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku."..
dan saya membayangkan juga, apa kata-kata lain yang Yesus ucapkan, pada saat Dia menghamba, barangkali Dia juga berkata..
”Simon Petrus (bisa diganti dengan nama sendiri), jika selama lebih dari 3 tahun pelayanan kita ada kesalahan dan kekecewaanmu yang Ku perbuat, ampuni Aku !!’
mungkin Yesus juga mengangis seperti saya setiap kali menuliskan, berkothbah tentang hal ini..
Apakah Yesus pernah bersalah pada Simon Petrus (pada kita) ?
Apakah Dia pernah mengecewakan kita ??
Tidak juga, He is too perfect.... Sehingga poin yang ketiga dan keempat dari nilai pembasuhan ini adalah :
Dia menyucikan kita yang hinam dan sekaligus membuat garis pembatas antara yang benar benar mengasihiNya dan yang menghianatinya (baca Yohannes 13 : 1 – 20).
Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya
Dengan berlari Tarbukken meraih gitar yang tarsangkot di ramba-ramba dan dengan membabi buta memukulkannya ke pepala para berandal…
“Mallapak !!!!!!”,.. seorang tersungkur jatuh dan diam tak bernyawa.
Melihat hal itu, keempat berandal lainnya mallojong terbirit birit, bagai huting menyeberang lae simbolon…..
Melihat ada korban yang meninggal, si Tarbukken shock, tu penjara nama au, dia masih sempat ingan lagu Jack Marpaung yang judulnya “Kamar 13”.
“ Tenang Ken…” si Palias bekata lirih, sementara dia sendiri juga sudah hampir pangsan.
“Larilah sejauh mungkin, sebelum orang melihatmu” Palias melanjutkan..
“Bah… tupenjara nama au Pal !!!!” sambil menangis Tarbukken menjawab.
“Cepatlah lagi, lebih baik hanya satu diantara kita yang masuk penjara dari pada keduanya” seru Palias.
“Lagian, mungkin bapak ku, akan menolongku” dia berharap pangkat Letkol bapaknya bisa menyelamatkannya dari hukuman.
Tarbukken dengan bimbang berlari jauh dan jauh sekali sampai akhirnya tidak kelihatan lagi. Orang orang mulai berdatangan dan polisi tiba di TKP, dan menangkap Palias yang diduga melakukan pembunuhan…. Tragis…
Di laporan BAP, Palias mengaku, dialah yang memukulkan gitar tersebut ke kepala korban, sedangkan keempat berandal yang lain juga tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Yang sangat mengagumkan dari sosok seorang AYAH, ayahnya Palias, berkata
“Nak, papa tidak bisa menolongmu untuk menebus kesalahanmu, tapi papa akan selalu ada mendukungmu sampai kamu berhasil mengatasi masalah ini”
Dukungan terbaik seringkali bukan menutupi kesalahan, tapi selalu ada disisinya ketika dia mengahadapi tantangan.
Udah hampir selesai ini !!!, sikit lagi ya amang- inang.
10 tahun berlalu, Palias keluar dari penjara tanpa pernah bisa kuliah, di usia 30 tahun, dia menjadi mantan narapidana na burju. Ayah dan Ibunya, meninggal dalam suatu kecelakaan mobil di lae renun. Keduanya meninggal pada saat dia menjalani hukuman tahun ke 7.
Warisan dari orang tuanya berupa karakter yang baik, melebihi warisan kebun kopi dan durian yang berhektar hektar. Palias hidup menjadi petani yang cukup berhasil, mangalap boru Sianturi, beranak dan bercucu. Tidak ada dendam dalam kehidupannya (pada Tarbukken maupun keempat berandal), sehingga sukacita selalu bersama keluarganya,
Lamunan si odol terhenti ketika sebuah mobil Toyota Fortunner berplat B 123 A, berhenti di depan rumahnya, Seorang pria 60 an tahun turun dan langsung berjalan ke arah si odol yang lagi duduk.
”Tarbukken, ai ho do i”... seru si Odol yang adalah Palias…
“Ido, au do i kales….. maafpon ma au na saleleng on ndang hea menghubungi lakkam” jawab pria 60-na tahun itu yang tidak lain Tarbukken.
Setengah jam mereka hanya diam dan saling menangisi, sebuah persahabatan yang sejati.
Kisah mencuci kakipun diakhiri dengan materpiece Tuhan Yesus di kaki salib, sehingga setiap orang yang mengasihiNya terbebas dari maut... Sebuah pengorbanan sahabat yang maha dasyat...
I love you Jesus fulll.
Balikpapan 14 /04 /2010
Js – papa angelo